Hukum Berburu dengan Menggunakan Senapan Angin

Sabtu, Juni 27, 2015
0
Tanya:
Apa hukumnya berburu dengan menggunakan senapan angin? Apakah benar ada perbedaan antara menggunakan peluru tumpul dan peluru tajam? Dan bagaimana hukum memperjual-belikan peluru, baik yang tumpul maupun yang tajam?
Yusriansyah  - Jember

Jawab:
Cara kematian hewan yang menjadi syarat kehalalannya dibedakan antara yang jinak dan yang liar. Untuk hewan jinak, kematiannya harus dengan disembelih secara syar’i, sedangkan untuk hewan liar, kematiannya boleh dengan dua cara: pertama, dengan melepaskan anjing pemburu yang sudah terlatih; kedua, dengan lemparan.

Melihat bahwa perburuan menggunakan senapan tergolong mematikan hewan dengan lemparan atau lontaran, maka jawaban dari pertanyaan di atas lebih spesifik pada sifat lemparan. Sebelumnya, berikut ini nash yang menunjukkan kehalalan hewan yang mati karena lemparan.

عن أبي ثعلبة الخشني قال قلت يا نبي الله إنا بأرض قوم من أهل الكتاب أفنأكل في آنيتهم وبأرض صيد أصيد بقوسي وبكلبي الذي ليس بمعلم وبكلبي المعلم فما يصلح لي قال أما ما ذكرت من أهل الكتاب فإن وجدتم غيرها فلا تأكلوا فيها وإن لم تجدوا فاغسلوها وكلوا فيها وما صدت بقوسك فذكرت اسم الله فكل وما صدت بكلبك المعلم فذكرت اسم الله فكل وما صدت بكلبك غير معلم فأدركت ذكاته فكل . رواه البخاري

Dari Abu Tsa'labah Al Khusyani, beliau berkata: Wahai Nabi Allah saw, sesungguhnya kami tinggal di lingkungan Ahli Kitab, apakah boleh kami makan dengan menggunakan bejana mereka? dan kami juga di wilayah perburuan dengan berburu menggunakan busur panah, anjing yang tidak terlatih, dan anjing yang sudah terlatih, apa yang boleh bagiku?. Beliau menjawab: "Adapun yang engkau sebutkan mengenai Ahli Kitab tadi, maka jika kalian menemukan bejana selain itu maka jangan kalian makan menggunakan bejana itu, jika kalian tidak menemukan selain itu maka cucilah terlebih dahulu kemudian  makanlah kalian dengannya, adapun apa yang engkau buru menggunakan busur panahmu dan engkau sebut nama Allah swt (saat memanah) maka makanlah, adapun apa yang engkau buru dengan anjingmu yang terlatih dan engkau sebut nama Allah swt saat melepaskannya maka makanlah, dan adapun apa yang engkau buru dengan anjingmu yang tidak terlatih dan kamu masih sempat menyembelih hewan buruan tersebut maka makanlah." (HR Bukhari)

Nash di atas ini menunjukkan kebolehan membunuh hewan buruan dengan menggunakan benda yang dilemparkan, dilontarkan, atau ditembakkan. Tanpa melihat bagian mana dari tubuh hewan tersebut yang terkenai lemparan (tidak harus mengenai leher dan memutus saluran makanan, pernafasan, dan darah), asalkan saat melempar disertai dengan menyebut nama Allah swt.

Selanjutnya terkait dampak lemparan, paling tidak ada tiga kemungkinan: lemparan yang mematikan, lemparan yang melumpuhkan, dan lemparan yang melukai.

Untuk lemparan yang mematikan, harus menggunakan benda tajam/runcing. Berdasarkan hadits:

عن عدي بن حاتم رضي الله عنه قال سألت النبي صلى الله عليه وسلم عن المعراض فقال إذا أصاب بحده فكل وإذا أصاب بعرضه فقتل فلا تأكل فإنه وقيذ قلت يا رسول الله أرسل كلبي وأسمي فأجد معه على الصيد كلبا آخر لم أسم عليه ولا أدري أيهما أخذ قال لا تأكل إنما سميت على كلبك ولم تسم على الآخر . رواه البخاري

Dari ‘Adi bin Hatim ra, berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang mi’radh (tongkat yang di ujungnya dipasang benda tajam untuk berburu), Beliau menjawab:“Apabila yang mengenai (hewan buruan) bagian yang tajam maka makanlah, tapi apabila yang mengenai tongkatnya (bukan bagian yang tajam) dan menjadikannya mati maka janganlah kamu makan, karena dia termasuk waqiydz (hewan yang mati karena pukulan benda tumpul).”, Aku berkata: Wahai Rasulullah saw, aku melepaskan anjingku dengan menyebut nama Allah swt, kemudian aku melihat ada anjing lain yang menyertainya yang aku tidak menyebut nama Allah swt atasnya, dan aku tidak tahu mana di antara dua anjing tersebut yang berhasil menangkap (hewan buruan), Beliau berkata:“Jangan kamu makan, karena kamu hanya menyebut nama Allah swt atas anjingmu saja bukan atas anjing yang lain.” (HR. Al-Bukhari)

Secara sharih hadits tersebut berisi larangan memakan hewan yang mati akibat benturan benda tumpul. Lafazh al-waqidz di situ adalah apa yang dimaksud al-mauqudzah dalam ayat berikut ini.

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ ... [المائدة/3]

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul (benda tumpul), yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. ...” (QS. Al-Maidah [5]: 3)

Jadi peluru senapan yang digunakan untuk berburu haruslah peluru tajam, bukan peluru tumpul, meskipun sama-sama berpotensi mematikan. Karena yang menjadi perhitungan di sini adalah sifat tajamnya peluru, bukan sifat bisa mematikan nya. Terbukti Rasulullah saw melarang memakan binatang yang mati terkena bagian tumpul dari mi’radh, dan membolehkan jika kematiannya karena terkena bagian tajamnya. Sebagai contoh, di antara peluru senapan angin pada gambar berikut ini, yang memenuhi syarat untuk menjadikan hewan buruan menjadi halal adalah peluru nomor satu dan dua dari kanan saja, sedangkan enam lainnya tidak karena berpenampang tumpul.


Untuk lemparan yang melumpuhkan, maka penggunaan peluru tumpul dibolehkan asalkan secara ghalabatu-zh-zhann (dugaan kuat) lemparan tersebut melumpuhkan. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam An-Nawawi berikut ini.

ومن ذلك رمى الطيور الكبار بالبندق اذا كان لا يقتلها غالبا بل تدرك حية وتذكى فهو جائز

Dan diantaranya adalah melempar burung-burung besar dengan peluru (baik dari batu, tanah yang keras, atau besi), jika pada umumnya tidak mematikannya melainkan dia masih bisa ditemukan hidup kemudian disembelih, maka dia boleh (hukumnya mubah). (Syarah Shahih Muslim, 13/106)

Kehalalan hewan di atas karena kematiannya dengan cara disembelih (setelah sebelumnya dilumpuhkan), bukan dikarenakan tembakannya. Adapun jika peluru tumpul tersebut pada umumnya atau diduga kuat mematikan, maka lebih baik dia dihindari penggunaannya, karena hanya akan menghasilkan hewan buruan yang terhitung bangkai (haram dimakan), dan dalam penggunaannya terdapat kesia-siaan. Kecuali jika memang untuk mencari hewan buruan tidak untuk dimakan manusia, seperti mencari burung untuk makanan kucing piaraan, untuk makanan ikan, dan semacamnya, maka tidak masalah menggunakan peluru tumpul.

Untuk jenis terakhir, yaitu lemparan yang melukai, hukumnya terlarang berdasarkan hadits Nabi saw:

عن عبد الله بن مغفل المزني قال نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن الخذف وقال إنه لا يقتل الصيد ولا ينكأ العدو وإنه يفقأ العين ويكسر السن . رواه البخاري

Dari Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani berkata: Nabi saw melarang Khadzaf, Beliau berkata:“Khadzaf itu tidak mematikan binatang buruan, tidak pula membunuh musuh, ia hanya melepaskan mata dan memecahkan gigi.” (HR. Al-Bukhari)

Khadzaf adalah melempar batu kecil dengan jemari tangan. Dikatakan terlarang karena lemparan semacam ini tidak mematikan, yang ada hanya menyakiti atau menyiksa (melepaskan mata dan memecahkan gigi).

Jika suatu bentuk lemparan atau tembakan yang pada umumnya hanya melukai namun digunakan untuk mematikan hewan buruan, maka yang semacam ini bertentangan dengan perintah agar memperbagus pembunuhan tanpa boleh ada unsur penyiksaan.

عن شداد بن أوس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله كتب الإحسان على كل شيء فإذا قتلتم فأحسنوا القتلة وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبح وليحد أحدكم شفرته فليرح ذبيحته . رواه مسلم

Dari Syaddad bin Aus, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah menetapkan kebagusan pada setiap sesuatu, apabila kalian membunuh maka perbaguslah pembunuhannya, dan apabila kalian menyembelih maka perbaguslah penyembelihan, dan hendaknya salah seorang dari kalian mempertajam senjatanya dan membuat senang binatang sembelihannya.” (HR. Muslim)

Adapun memperjualbelikan peluru, baik itu peluru tumpul maupun peluru tajam, maka boleh-boleh saja. Karena meskipun peluru tumpul, dia bisa juga digunakan untuk tujuan yang dibolehkan syara’, seperti mencari burung untuk makanan kucing piaraan atau ikan, mencari belalang. Atau bahkan untuk tujuan yang disunnahkan, seperti untuk membunuh cicak atau tokek, untuk membunuh tikus, untuk membunuh ular, dsb. Wallaahu a’lam

Malang, 07 Jum. Tsaniyah 1433 H
Azizi Fathoni K.

0 comments:

Posting Komentar